Leo Roman

Leo Roman, aku ada di titik paling ngedown dalam hidup. Bisnis gagal, uang nyaris habis, dan aku udah hampir nyerah. Rasanya kayak… semua yang aku bangun selama ini sia-sia. Hari-hari cuma diisi kopi instan, berjam-jam menatap laptop yang kosong, dan scroll media sosial tanpa arah.

Lalu datanglah Leo Roman.

Bukan, dia bukan motivator di YouTube. Bukan juga influencer. Dia bahkan nggak punya akun Instagram (atau kalau punya, nggak aktif). Aku ketemu dia di tempat yang paling nggak aku sangka—sebuah co-working space di Jogja, waktu aku iseng numpang Wi-Fi dan ngadem AC.

Di Tengah Hidup yang Acak-Acakan, Datang Sosok Tak Terduga

Leo Roman

Siapa Sih Leo Roman?

Waktu pertama lihat, aku kira dia semacam digital nomad. Pakai hoodie, laptop dengan stiker bertumpuk, dan aura “nggak peduli tapi tahu banyak”. Tapi ternyata, Leo Roman bukan siapa-siapa dalam artian populer. Dia cuma… orang yang hidup dengan caranya sendiri.

Katanya dia dulunya desainer produk di startup besar. Udah sempat ngerasain gaji besar, proyek internasional, dan hidup glamor ala tech bros. Tapi suatu hari, dia cabut. Semua ditinggalin.

“Capek gue, Vin. Hidup itu bukan cuma ngejar traffic sama funding round,” katanya waktu itu sambil nyeruput kopi hitam.

Itu pertama kalinya ada orang yang ngomong kayak gitu ke aku. Dan entah kenapa, masuk banget.

Filosofi Hidup Leo: Gagal Itu Biasa, Tapi Menyesal Karena Nggak Nyoba Itu Gila

Leo banyak banget cerita tentang masa lalunya. Mulai dari produk gagal yang bikin dia malu, sampai presentasi di depan investor yang kacau banget. Tapi dia selalu cerita dengan tawa.

“Gagal itu kayak patah hati, Vin. Sakitnya luar biasa, tapi lama-lama lo belajar. Dan kalau lo nggak pernah ngerasain patah hati, lo bakal sulit tahu arti cinta yang sesungguhnya.”

Kata-katanya waktu itu aku catet. Bukan cuma di kepala, tapi di hati. Karena dia ngomong kayak orang yang pernah remuk, tapi bisa bangkit dengan kepala tegak.

Leo ngajarin aku bahwa kegagalan bukan akhir, tapi bahan bakar. Dan kadang… yang bikin gagal terasa memalukan bukan hasilnya, tapi ekspektasi kita yang kelewat tinggi.

Tentang Eksperimen Hidup dan Hidup dalam Eksperimen

Leo Roman

Leo juga bilang, hidup itu bukan soal linearitas. Kadang kita lompat ke kanan, belok kiri, bahkan mundur—dan itu normal.

“Gue sekarang jadi freelance writer. Tapi kadang bantu desain interior, kadang bikin microcopy buat game. Kadang juga nganggur seminggu. Ya udah.”

Dia hidup tanpa skrip tetap. Bukan berarti tanpa arah, tapi fleksibel banget. Dia percaya bahwa semakin banyak kita eksplor, semakin banyak versi diri kita yang tumbuh.

Dan buat aku yang waktu itu lagi krisis identitas—nggak yakin mau balik kerja kantoran atau lanjut usaha—omongan Leo kayak oase di gurun pasir.

Gaya Hidup Anti-Drama, Pro-Ketenangan

Satu hal yang bikin aku kagum: Leo itu nggak reaktif. Bahkan saat dia cerita soal ditipu klien, dia cuma angkat bahu dan bilang,
“Lesson learned. Next time, minta DP dulu.”

Nggak marah, nggak ngedumel panjang. Simpel. Efisien. Tenang.

Dia ngajarin aku untuk nggak tenggelam di emosi sesaat. Dan buat aku yang gampang panik kalau sesuatu nggak sesuai rencana, ini pelajaran gede, dikutip dari laman resmi Transfermarkt.

5 Pelajaran Hidup dari Leo Roman yang Aku Praktekkan Sampai Sekarang

  1. Gagal Itu Proses, Bukan Identitas
    Gagal sekali bukan berarti kamu gagal selamanya.

  2. Jangan Serius Banget, Tapi Jangan Asal-Asalan Juga
    Ambil semua dengan takaran yang pas. Hidup bukan ujian nasional.

  3. Nggak Semua Jalan Harus Lurus
    Kadang belok-belok itu justru bikin hidup lebih bermakna.

  4. Tenang Itu Kekuatan
    Di dunia yang bising dan serba cepat, orang yang tenang jadi pusat gravitasi.

  5. Hidup itu Eksperimen
    Kalau gagal, ubah variabelnya. Kalau berhasil, replikasi.

Setelah Pertemuan Itu, Apa yang Berubah?

Leo Roman

Setelah ngobrol 3 jam lebih di co-working itu, aku pulang bukan cuma bawa inspirasi, tapi arah baru. Aku mulai menulis blog lagi, tapi kali ini lebih jujur. Nggak kejar SEO dulu. Tulis aja yang aku rasain.

Dan lucunya, justru tulisan itu yang paling banyak dibaca.

Aku mulai berani ambil proyek kecil-kecilan. Freelance desain, copywriting, bahkan nulis script video. Uangnya belum banyak. Tapi… aku merasa hidup lagi.

Penutup: Kadang, Mentor Terbaik Nggak Datang dari Seminar—Tapi dari Kopi Sore

Leo Roman mungkin nggak bakal dikenal dunia. Tapi buat aku, dia ikon perubahan diam-diam. Sosok biasa yang ngomong seadanya, tapi maknanya nancep.

Dan dari dia, aku belajar satu hal penting:

“Kalau kamu pernah gagal, bagus. Berarti kamu berani.”

Kalau kamu pernah ketemu orang kayak Leo Roman, jangan anggap remeh. Kadang satu percakapan bisa jadi titik balik.

Dan kalau belum ketemu? Mungkin… kamu bisa jadi Leo Roman-nya buat orang lain.

Baca Juga Artikel dari: Bandar Lampung Banjir: Kisah Satu Malam yang Mengubah

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Celebrities

Author